Natuna, Kepripos.id – Jika memang mau menjaga hak kedaulatan dan hak berdaulat kita ( Negara Republik Indonesia), maka nelayan Indonesia harus diperkuat.
Ditegaskan Dosen Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. DR. Hikmahanto Juana pada acara Sarasehan untuk edukasi para nelayan, tokoh masyarakat dan pemuda dalam rangka menjaga dan memperkuat kedaulatan di laut Natuna utara yang digelar di Hotel Central Ranai, Kabupaten Natuna, Kepri, Jumat (26/11/2021).
Ia menjelaskan, di laut NKRI memiliki dua kawasan yakni wilayah kedaulatan dan hak berdaulat. Wilayah kedaulatan dikenal dengan laut teritorial, sedangkan wilayah hak berdaulat dikenal dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
“Ini yang perlu diketahui terlebih dahulu oleh nelayan. Wilayah teritori kita hanya sejauh 12 mil dari bibir pantai, sementara ZEEI sejauh 200 mil. Batasan ini diatur pada ketentuan UNCLOS dan berdasarkan landas kontinental,” terangnya.
Hikmahanto melanjutkan, Negara memiliki kekuasan penuh atas wilayah teritori. Di wilyah ini negara boleh membuat dan menerapkan peraturan di sana dan kapal-kapal asing tidak boleh melintas maupun beraktifitas di sana kecuali atas izin dari negara.
Sedangan di ZEEI negara hanya berwenang memanfaatkan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya melalui proses eksplorasi dan eksploitasi. Wilayah ini dikenal dengan laut lepas dan jalur pelayaran damai, siapa saja boleh berlayar di sana. Tapi apabila ada pihak asing yang mau mengambil sumberdaya alam dari ZEEI, mereka harus memiliki izin dari negara.
“Jadi siapa saja boleh melintas dengan damai di ZEEI dan tidak boleh ada senjata yang meletus di sana,” imbuhnya.
Namun menurut Hikmahanto, negara memiliki sejumlah persoalan di wilayah Laut Natuna Utara. Persoalan itu diantarnya berupa overlapping claims dengan negara tetangga, ancaman tindak pidana illegal fishing, Nine Dash Line Cina dan beberapa persoalan lainnya.
Mengahadapi persoalan-persoalan ini, negara tidak cukup hanya menjalankan pendekatan militer. Tapi juga harus mengedepankan diplomasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengeksploitasi sumberdaya kelautan.
“Maka menurut saya nelayan Natuna memilki karakter yang berbeda dengan nelayan di daerah lain. Karena di samping bertujuan mencari nafkah di laut, nelayan Natuna juga berperan sebagai penjaga keamanan wilayah perbatasan demi tegaknya kedaulatan dan hak berdaulat di Laut. Ini unik,” sebutnya.
Pada kesemapatan itu Hikmahanto menwarkan empat solusi kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan di Laut Natuna Utara. Solusi itu meliputi, subsidi nelayan dan mengizinkan kapal besar menangkap ikan di Perairan Natuna terutama nelayan lokal, Bakamla harus menjaga nelayan, Bakamla harus terus melakukan pengawasan dan Patroli di ZEEI dan pemerintah harus tetap pada kebijakan tidak mengakui Nine Dash Line Cina.
“Ini menurut saya berat bagi pemerintah. Tapi kita bersyukur, pemerintah telah mulai menyiapkan infrastruktur secara bertahap di Natuna. Mudah-mudahan ini dapat ditingkatkan di masa depan,” tutupnya.
Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda dalam kesempatan itu juga menyampaikan, Nelayan perlu juga perlu mengetahui bahwa laut itu ada alur lalu lintas yang boleh dilewati kapal dari manapun. Tidak jauh dari pantai ini ada ALKI I yang merupakan hak kapal melewati jalur itu.
Harapan juga dari Wakil Rakyat, Wakil Ketua DPRD Natuna Jarmin Sidik berharap kepada pemerintah pusat benar-benar memberi tugas khusus kepada Nelayan Natuna untuk membantu menjaga laut Natuna sambil memancing. Pemerintah perlu menyiapkan kapal nelayan ukuran besar yang sesuai dengan kondisi laut Natuna dengan sarana tangkap kekinian.
Jika ini dilakukan bukan saja laut terjaga, akan tetapi kesejahteraan nelayan pun meningkat, lapangan kerja terurai, kemudian daerah akan memperoleh pendapatan asli daerah, terang Jarmin.
Jarmin juga meminta kepada pemerintah memberikan rasa aman kepada nelayan dengan cara memperbayak kapal pengawas pantai milik Bakamla, tutup Jarmin.* ( Wahyudi)