Rokok Bebas Cukai Marak Beredar di Kepri, Benarkah Produksi Batam

TANJUNGPINANG – Maraknya peredaran Rokok ilegal/Non Pita Cukai di Kota Tanjungpinang, Bintan, Karimun, Lingga, Anambas, Natuna dan bahkan hampir di seluruh Indonesia yang berasal dari Batam menjadi perhatian serius saat ini. Benarkah rokok-rokok ini diproduksi di Kota Batam atau selundupan dari luar negeri yang dikemas di Batam.

Anehnya, peredaran rokok ilegal ini sudah sampai ke daratan dan pulau Jawa, tapi belum ada tindakan secara sistematis dan masif dari Negara. Berbagai merek rokok yang populer di pasar lokal, seperti Luffman, H-Mild / HD, Manchester, Rave, Rexo, OFO, dan T3, dan yang lainnya. Fenomena ini terkesan dibiarkan karena sumbernya cukup jelas dari Kota Batam. Apakah rokok-rokok ini diproduksi di Batam atau produksi Negara lain yang diselundupkan dan berlindung atasnama Rokok Wilayah Khusus Batam.

banner 325x300

Dari berbagai sumber menyebutkan, bahwa rokok-rokok ini bukan diproduksi di Batam, tapi didatangkan dari Luar Negeri. Lalu dikemas di seolah-olah produksi Batam melalui proses pengemasan menjadikan Batam sebagai tempat transit dan distribusi. Rokok ilegal non cukai ada karena harganya yang lebih murah dibandingkan rokok legal yang disebabkan oleh kenaikan tarif cukai rokok di Indonesia.

Melalui Kota Batam Rokok – Rokok ilegal ini keluar membanjiri Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, dan Karimun. Selanjutnya, menyebar ke daratan melalui transportasi laut seperti Pekanbaru, Dumai, Selat Panjang, Tungkal Jambi dan Bangka Belitung. Artinya, Kota Batam menjadi central penyeludupan rokok ilegal tersebut.

Secara status Batam ada pabrik rokok berdasarkan jatah kuota, tapi apakah benar Pabrik-pabrik rokok di Batam yang memproduksi berbagai merek rokok yang populer di pasar lokal, seperti Luffman, H-Mild / HD, Manchester, Rave, Rexo, OFO, dan T3, dan yang lainnya. Tapi pabrik rokok Batam tidak lagi memiliki fasilitas pembebasan cukai di kawasan FTZ (Free Trade Zone) sejak Juni 2019. Pemerintah telah mencabut fasilitas ini untuk barang kena cukai seperti rokok di FTZ Batam, Bintan, Sabang, dan Karimun, sesuai dengan Nota Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) nomor ND-466/BC/2019. Pencabutan ini bertujuan untuk menghentikan penyalahgunaan fasilitas cukai dan peredaran rokok ilegal dari FTZ ke wilayah lain yang tidak bebas fiskal. 

Regulasi cukai rokok diatur oleh pemerintah, terutama melalui Undang-Undang dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang bertujuan untuk mengendalikan konsumsi dan mengelola dampak kesehatan serta ekonomi dari hasil tembakau. Contoh regulasi utama adalah UU Cukai (UU No. 39 Tahun 2007) dan peraturan pelaksanaannya, seperti PMK No. 97 Tahun 2024 yang mengatur tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) untuk tahun 2025. Selain cukai, ada pula Pajak Rokok yang tarifnya ditetapkan sebesar 10% dari nilai cukai rokok, sesuai dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). 

Sementara masalah maraknya peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang yang masuk melalui jalur kapal ikan, kapal sayur, Kapal Roro mengunakan mobil pribadi, Truck dan oknum aparat pihak Bea dan Cukai Kota Tanjungpinang belum bisa dihubungi untuk diminta tanggapannya.***(MM).