PPATK

Dr. H. Tirtayasa, S.Ag., M.A.
Kader Seribu Ulama Doktor
MUI dan Baznas RI Pusat Angkatan 2021

Statistik terbaru menegaskan peran sentral Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mendeteksi risiko transaksi mencurigakan di Indonesia. Pada Januari 2025, PPATK menerima sekitar 3,36 juta laporan aktivitas keuangan, sedangkan pada Mei 2025, jumlah tersebut meningkat menjadi 3,41 juta laporan (PPATK, 2025a; PPATK, 2025b). Angka ini menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya pelaporan transaksi mencurigakan kian tumbuh di kalangan pelaku industri keuangan.

Kenaikan volume pelaporan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan terhadap sistem deteksi dini, sekaligus menegaskan perlunya kapasitas analitik yang adaptif. Dalam ekosistem keuangan yang terus berubah, data bukan sekadar kumpulan angka, melainkan peta risiko yang terus bergeser dan membutuhkan pemantauan berlapis.

Kebijakan Terbaru: Pemblokiran Rekening Inaktif

Kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif—atau dormant—yang diberlakukan sejak pertengahan 2025 merupakan salah satu langkah progresif yang mengundang perhatian publik. Berdasarkan penelusuran, lebih dari satu juta rekening dicurigai terkait aktivitas ilegal, termasuk 150.000 rekening yang diperjualbelikan atau dibajak, serta lebih dari 50.000 yang menerima aliran dana hasil kejahatan (Jayanti, 2025).

Efek kebijakan ini cukup signifikan. Menurut laporan investigatif, pembekuan rekening dormant berhasil menekan aliran dana perjudian daring dari Rp5 triliun menjadi sekitar Rp1 triliun per bulan (Indonesia Business Post, 2025). Namun, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan legalitas dan prosedur pemblokiran yang dilakukan tanpa pemberitahuan langsung kepada pemilik rekening. Pakar hukum mengingatkan bahwa tindakan tersebut harus didasari pada evaluasi menyeluruh dan tidak melanggar prinsip kehati-hatian (Universitas Gadjah Mada, 2025).

Pemantauan Risiko: Statistik Penting dan Tantangan Transparansi

Penerbitan buletin statistik bulanan oleh PPATK menjadi bentuk akuntabilitas publik. Namun, data kuantitatif semata tidak cukup. Publik perlu mendapatkan narasi yang menjelaskan tren dan perubahan modus operandi, agar statistik menjadi alat literasi, bukan sekadar laporan formal. Tanpa itu, masyarakat hanya menjadi konsumen informasi, bukan mitra aktif dalam ekosistem pencegahan kejahatan finansial.

Selain itu, data mentah perlu diiringi analisis yang menggambarkan konteks dan risiko sistemik yang teridentifikasi. Pelaporan data tanpa elaborasi naratif justru berpotensi menciptakan kekaburan makna, yang melemahkan upaya deteksi dini dan mitigasi.

Menguatkan Sasaran: Teknologi dan Penguatan Kapasitas

Teknologi memainkan peran penting dalam mendeteksi transaksi mencurigakan secara real-time. Inovasi seperti graph feature preprocessor memungkinkan ekstraksi pola dari jaringan transaksi dengan presisi tinggi, membantu mengidentifikasi anomali dalam sistem keuangan (Blanuša et al., 2024). Pendekatan self-supervised learning juga mulai diadopsi melalui model seperti LaundroGraph, yang mampu memetakan hubungan antar entitas tanpa label manual (Cardoso et al., 2022).

Dalam konteks transaksi lintas negara, model deep learning seperti CNN-GRU hybrid terbukti efektif dalam mengenali pola-pola abnormal yang kompleks (Yu et al., 2024). Tak hanya itu, pendekatan berbasis privasi seperti fully homomorphic encryption memungkinkan kolaborasi antar lembaga tanpa harus mengorbankan kerahasiaan data pengguna (Effendi & Chattopadhyay, 2024).

Di dalam negeri, adopsi kecerdasan buatan mulai diujicobakan dalam proyek pilot untuk deteksi pencucian uang berbasis perilaku transaksi. Hasil awal menunjukkan bahwa AI mampu mempercepat proses investigasi dan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan keuangan (Suria & Faslah, 2025). Namun, tantangan etis, bias algoritmik, dan perlindungan data pribadi masih menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu dibenahi.

Aspek Kebijakan: Evaluasi, Mitigasi, dan Legitimasi Publik

Di balik kebijakan pemblokiran rekening dormant, terdapat kekhawatiran akan dampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Laporan dari lembaga riset kebijakan menunjukkan bahwa tindakan tanpa pemberitahuan resmi bisa dianggap melanggar hak sipil pemilik rekening (CELIOS, 2025). Bahkan Otoritas Jasa Keuangan menyatakan akan merevisi regulasi agar ada keseimbangan antara tindakan tegas dan perlindungan hak nasabah (Antara News, 2025).

Langkah antisipatif bisa dilakukan dengan menerapkan regulatory impact assessment sebelum kebijakan diberlakukan secara luas. Selain itu, edukasi publik mengenai risiko rekening tidak aktif, serta pemberitahuan bertahap kepada nasabah, dapat meminimalkan kesalahpahaman. Legitimasi publik terhadap kebijakan hanya bisa dibangun melalui transparansi dan komunikasi yang efektif.

Refleksi Opini: Menjaga Kepercayaan di Era Digital

Sebagai institusi strategis dalam pertahanan keuangan nasional, PPATK memegang tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan antara keamanan dan kebebasan finansial warga negara. Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, langkah preventif memang penting, tetapi jangan sampai langkah itu melukai kepercayaan yang telah dibangun selama dua dekade terakhir.

Ke depan, PPATK perlu terus memperkuat sinergi antara teknologi, regulasi, dan literasi publik. Deteksi dini berbasis data perlu dikawal dengan kebijakan yang inklusif, etis, dan akuntabel. Hanya dengan cara itu, lembaga ini bisa tetap menjadi pilar yang kokoh dalam menghadapi risiko finansial di masa depan.


Referensi

  • Antara News. (2025, Agustus 2). OJK to review dormant account rules, clarify customer rights. Jakarta.
  • Blanuša, J., Baraja, M. C., Anghel, A., von Niederhäusern, L., Altman, E., Pozidis, H., & Atasu, K. (2024). Graph feature preprocessor: Real-time subgraph-based feature extraction for financial crime detection. arXiv.
  • Cardoso, M., Saleiro, P., & Bizarro, P. (2022). LaundroGraph: Self-supervised graph representation learning for anti-money laundering. arXiv.
  • CELIOS. (2025). Tinjauan kritis atas kebijakan pembekuan rekening dormant. Jakarta: CELIOS Press.
  • Effendi, F., & Chattopadhyay, A. (2024). Privacy-preserving graph-based machine learning with fully homomorphic encryption for collaborative anti-money laundering. arXiv.
  • Indonesia Business Post. (2025, Agustus 4). OJK to review dormant account regulations to safeguard banking stability. Jakarta.
  • Jayanti, H. D. (2025, Juli 30). Begini alasan PPATK terapkan penghentian sementara transaksi pada rekening dormant. Hukumonline. Jakarta.
  • PPATK. (2025a). Buletin Statistik APUPPT Vol. 13, No. 1 – Edisi Januari 2025. Jakarta: PPATK.
  • PPATK. (2025b). Buletin Statistik APUPPT Vol. 13, No. 5 – Edisi Mei 2025. Jakarta: PPATK.
  • PPATK. (2025c). Laporan Tahunan PPATK 2024. Jakarta: PPATK.
  • PPATK. (2025d). SISPEKA Resmi Dirilis! Inovasi integrasi data antara PPATK dengan lembaga penegak hukum. Jakarta: PPATK.
  • Silent Eight. (2025). 2025 Trends in AML and Financial Crime Compliance. Singapore: Silent Eight Pte Ltd.
  • Suria, N. A. A., & Faslah, R. (2025). Analisis peran artificial intelligence dalam mendeteksi pola transaksi mencurigakan sebagai upaya pencegahan pencucian uang. Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan, 1(3), 280–284.
  • Universitas Gadjah Mada. (2025, Agustus 6). Ramai rekening diblokir PPATK, pakar sebut kebijakan kurang matang. Yogyakarta: UGM Press.
  • Yu, Q., Xu, Z., & Ke, Z. (2024). Deep learning for cross-border transaction anomaly detection in anti-money laundering systems. arXiv.